Sumber foto : http://sumbar.antaranews.com/berita/147422/kelulusan-sma-pesisir-selatan-peringkat-pertama-sumbar.html
Kemarin, tanggal 2 Mei 2017
bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional, para siswa SMA dan SMK se-Indonesia
merayakan kelulusannya mengenyam bangku pendidikan menengah atas.
“Selamat atas kelulusan kalian”.
Mendengar kabar tersebut pasti
kita akan ikut tersenyum, turut merasa bahagia. Teringat pada masa itu,sebagian
dari kita juga pernah merasakan kebahagiaan yang sama. Masa dimana bisa melihat
ibu bapak tersenyum bangga.
Fiuh, tapi tidak sore kemarin.
Bahkan sore-sore yang sama dengan tahun-tahun sebelumnya, saat pengumuman
kelulusan diumumkan. Rasa turut bahagia luruh seketika saat melihat kalian, berkonvoi,
lepas dan merasa bebas merajai jalanan kota. Baju putih abu-abu yang selama ini
menjadi saksi perjuangannya, dicorat-coret begitu saja. Berwarna-warnai dan
berpuisi-puisi.
Okelah, tentang baju-baju ini
mungkin hendak dijadikan kenang-kenangan dengan tulisan dan tanda tangan dari teman-teman
seperjuangan. Yang mungkin setelah pulang, hanya kalian simpan sembarangan lalu
kalian lupakan. Kalian mungkin belum mengenal kata kesia-siaan, dan empati
dengan orang lain yang bahkan membeli seragam saja tak mampu dilakukan. Hal
ini, saya mencoba memaklumi.
Tapi nak, saya sungguh menyayangkan cara
kalian merayakan kelulusan. Berkonvoi tanpa arah dan tujuan, berteriak-teriak
sepanjang jalan, dan mengganggu kepentingan para pengguna jalan yang lain.
Semotor bertiga, berempat, bahkan tanpa helm, tanpa surat-surat yang lengkap, mengabaikan
berbagai rambu lalu lintas, hanya makin membuat pengguna jalan yang lain,
mengurut dada, bukannya menatap kalian dengan bangga.
Bukan satu-dua cerita, berbagai
musibah kecelakaan terjadi semasa konvoi ini. Kalian yang semestinya berbahagia
karena kelulusan, justru berbalik menjadi bencana. Ada asa orang tua yang
membuncah lantas berubah dengan kecemasan dan kesedihan karena kecerobohan
kalian. Jangan terlalu terlena dengan histeria kelulusan hingga kalian rasa jalanan
ini milik kalian saja. Ada pengguna jalan lain yang juga menuntut hak selamat
sepanjang perjalanan. Kalau kalian trtimpa musibah di jalanan, silakan hitung,
berapa orang yang hanya akan menyalahkan dan menjadikan kalian kambing hitam.
Belum cukup kita bicara tentang
kecelakaan, lalu merebak berita tentang tawuran. Ah, ketika rasa dan emosi
meledak-ledak, siapa pula yang akan mengajak akal sehat dalam setiap tindakan.
Ketemu rombongan musuh dijalan, salah senyum salah pula akhir cerita. Jangankan
musuh bebuyutan, teman pun bisa jadi musuh dadakan di jalanan. Lalu akhirnya
apa? Lagi-lagi tawuran.
Jalan cerita selanjutnya, uber-uberan
dengan polisi, yang apes tertangkap, yang kalah badan babak belur gak karuan.
Yang menang? Ah, tidak pernah ada yang menang dalam setiap tawuran. Setiap
induvidu, sudah kalah, kalah melawan emosi dan kebodohannya.
Lalu lagi, baru disini dengan mata
kepala saya sendiri, saya melihat konvoi si kaya dengan mobil-mobil mewahnya.
Duduk di tepian jendela mobil, dengan rambutnya yang tergerai bebas, berteriak
pada siapapun yang ada dipinggir jalan. Kenal? Ah, memangnya peduli. Yang
mobilnya bolong di bagian atasnya, tidak mau ketinggalan cerita. Berdiri,
berdesakan, memamerkan muka, lalu berteriak histeris, tertawa-tawa, pada siapa
saja. Itukah, generasi berpendidikan? Saya di pinggir jalan, cuma bengong.
Menahan napas sejenak, lalu kembali bengong.
Sebenarnya, yang kalian rayakan
itu bukan lah kelulusan kalian, nilai kalian yang memuaskan, tapi sebenarnya
kalian bicara tentang kebebasan. Usai sudah masa-masa kalian harus terkungkung
dengan aturan sekolah yang mengikat, tidak perlu berbaju seragam, setiap sekolah,
dan yang kalian bayangkan adalah kehidupan masa dewasa yang menjanjikan.
Padahal nak, kelulusan kalian dari bangku sekolah menengah atas, adalah awal
mula perjuangan kehidupan kalian. Awal mula kalian akan menentukan jati diri
dan akan jadi apa nanti. Selayaknya wujudkan rasa syukur dengan perilaku yang
bermartabat. Perilaku yang menunjukkan kalian adalah penerus bangsa yang
membanggakan.
Jadi, siapapun, tolong sampaikan,
hentikan kebiasaan yang menyedihkan tentang histeria kelulusan. Kalian bukan membuat
siapapun bangga. Bahkan kami, yang tak kenal dengan kalian, mengernyitkan dahi
dan menatap miris pada perilaku kalian. Ah, tapi ya sudahlah, pastilah kalian tak akan peduli.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar